Proses pemilihan spesies prioritas sedikit mengalami hambatan karena banyaknya jumlah tumbuhan yang terdapat di Indonesia. Terlebih lagi masih banyak jenis-jenis tumbuhan tingkat bawah (Bryophyta, Algae, Fungi, Monera) yang belum diketahui dan belum dipertelakan. Proses pemilihan spesies tumbuhan prioritas dimulai dari kandidat spesies tanaman yang akan dilindungi, dengan jumlah sekitar 180 spesies. Seleksi selanjutnya adalah berdasarkan kriteria IUCN dan daftar spesies tumbuhan langka yang dikeluarkan UNEP/WCMC menghasilkan 60 spesies tumbuhan sebagai kandidat spesies prioritas, yang kemudian direduksi lagi menjadi 42 spesies.
Skoring terhadap 42 spesies kemudian menghasilkan 22 spesies prioritas, 10 spesies diantaranya dikategorikan sebagai prioritas sangat tinggi. Beberapa spesies prioritas yang terpilih sesungguhnya mewakili genus (Rafflesia, Nepenthes), sehingga jumlah spesies secara keseluruhan dapat mencapai 35-40 spesies. Daftar spesies/genus yang dinyatakan sebagai spesies tumbuhan prioritas disajikan pada Tabel di bawah ini. Kriteria dan pembobotan disajikan pada Lampiran 13 dan 14.
A. Jenis Spesies Prioritas
Berikut ini adalah daftar spesies-spesies prioritas nasional untuk katagori Tumbuhan menurut Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008 :
No |
Nama | Keterangan | |
1 |
PelalarDipterocapus littoralis | Famili Dipterocarpaceae. Sebarannya terbatas di Pulau Nusa Kambangan, Jawa Tengah. Dikategorikan sebagai genting (CR) menurut IUCN. Kelestariannya terancam oleh penebangan liar. | |
2 |
Palem ekor ikanHydriastele flabellata | Famili Arecaceae. Belum terdaftar dalam buku Merah IUCN. Banyak diminati sebagai tanaman hias. | |
3 |
KalapiaKalappia celebica | Famili Fabaceae. Endemik Sulawesi dan sebarannya terbatas di Malili. Merupakan genus monotipik. Dikategorikan sebagai rentan (VU) menurut IUCN. Ancaman kelestarian berasal dari pemanenan berlebihan. | |
4 |
Anggrek ekor tikusParaphalaenopsis spp. | Famili Orchidaceae. Terdiri atas 4 spesies dan 1 hybrid alami yang sebarannya hanya ada (endemik) di Pulau Kalimantan. Belum terdaftar dalam data Merah IUCN, tetapi termasuk dalam daftar Apendiks II CITES. | |
5 |
Rafflesia, PadmaRafflesia spp. | Famili Rafflesiaceae. Endoparasit dari tumbuhan liana Tetrastigma. Semua jenis dilindungi di Indonesia menurut PP No. 7 tahun 1999. | |
6 |
Resak bantenVatica bantamensis | Endemik Jawa dan hanya dijumpai di Ujung Kulon dengan populasi yang jarang. Dikategorikan terancam punah (EN) menurut IUCN. | |
7 |
Resak bribesVatica javanica | Endemik Jawa. Dalam daftar IUCN 1971 dikategorikan sebagai EN tetapi tidak tercantum dalam daftar terbaru (IUCN 2007). | |
8 |
Nothofagus womersleyi | Famili Fagaceae. Spesies endemik Papua. Sebaran terbatas hanya di Bukit Irau di Lembah Kebar di wilayah Kepala Burung, Papua. Dikategorikan sebagai terancam punah (EN) oleh IUCN. Selain sebaran yang sangat terbatas ancaman kelestarian berasal dari kerusakan/ kehilangan habitat dan pemanenan kayu. | |
9 |
Kayu hitam, eboniDyospyros celebica | Endemik Sulawesi. Secara alami hanya dijumpai di hutan hujan dataran rendah di bagian utara dan tengah Sulawesi. Dikategorikan rentan (VU) oleh IUCN. Ancaman utama adalah hilangnya habitat (akibat pertanian) dan penebangan. Meskipun saat ini penebangan dibatasi (dengan kuota) tetapi penebangan liar masih terus berlangsung. | |
10 |
Kayu susuAlstonia beatricis | Termasuk famili Apocynaceae. Endemik Indonesia; hanya dijumpai di Pulau Waigeo, Irian Jaya. Dikategorikan rentan (VU) oleh IUCN. | |
11 |
BintangurCalophyllum insularum | Famili Guttiferae. Endemik dan terbatas di Papua (Indonesia). Ancaman kelestarian karena hilangnya habitat dan penebangan. Oleh IUCN dikategorikan terancam punah (EN). | |
12 |
Guioa waigeoensis | Famili Sapindaceae. Endemik Indonesia. Sebarannya hanya ada di Pulau Waigeo. Dikategorikan rentan (VU) oleh IUCN. | |
13 |
Saninten Castanopsis argentea | Pohon besar yang menghuni daerah pegunungan di Jawa Barat (famili Fagaceae). Jumlahnya semakin sedikit karena pertumbuhan yang lambat, pembalakan untuk diambil kayunya dan sedikitnya permudaan alami. | |
14 |
Anggrek bulan raksasa Phalaenopsis gigantea | Sebaran di Pulau Kalimantan (Indonesia dan Malaysia). Sebelumnya pernah ada di Jawa tetapi populasi berkurang karena dikoleksi untuk perdagangan. Telah dilindungi menurut PP No .7 tahun 1999 dan tercantum dalam Appendix II CITES. Ancaman utama adalah koleksi untuk perdagangan tanaman hias. | |
15 |
Kawoli Alloxylon brachycarphus | Famili Proteaceae. Sebaran meliputi PNG, Irian Jaya, Maluku dan Kepulauan Aru. Dikategorikan terancam punah (EN) menurut IUCN. Ancaman utama kelestarian adalah kerusakan habitat akibat aktivitas pembalakan. Belum ada upaya konservasi maupun budidaya. | |
16 |
Bintangur Calohpyllum papuanum | Famili Guttiferae. Sebaran meliputi Irian Jaya, Maluku dan PNG. Pohon tinggi tumbuh di hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan sampai ketinggian 1.850m dpl. Kayunya diperdagangkan secara komersil. IUCN menggolongkan kedalam kategori LR (Lower risk). | |
17 |
Bintangur Calophyllum euryphyllum | Famili Guttiferae. Sebaran meliputi Irian Jaya, Kepulauan Aru dan PNG. Di Irian Jaya sebarannya di wilayah Kepala Burung. Kayunya diperdagangkan secara komersil. Tumbuh tersebar di hutan hujan primer sampai ketinggian 610m dpl. IUCN menggolongkan kedalam kategori LR (Lower Risk) | |
18 |
Bintangur Calophylum carii | Famili Guttiferae. Sebaran meliputi Irian Jaya dan PNG. Di Irian Jaya sebarannya terbatas di di wilayah Kepala Burung. Tumbuh terpencar di hutan primer, hutan primer dataran rendah pada keringgian 15 – 300 m dpl. Kayunya diperdagangkan. Ada dua sub-species yaitu carii dan longigemmatum. Sub-spesies carii dijumpai di PNG sedangkan longigemmatum dijumpai hanya di lokasi speanjang pantai utara Pulau Papua dan di wilayah sekitar Jayapura serta di salah satu propinsi di PNG. Ancaman kelestarian karena penebangan serta kerusakan habitat akibat aktivitas pembalakan. | |
19 |
Nyatoh Manilkara kanosiensi | Famili Sapotaceae. Sebaran meliputi Indonesia dan PNG. Di Indonesia terbatas di Maluku dan Kepulauan Tanimbar. IUCN memasukkan kedalam kategori terancam punah (EN). Ancaman utama adalah penebangan (pengambilan kayu). | |
20 |
Mendarahan Myristica rumphii var. florentis | Endemik Indonesia. FAO memasukkan kedalam daftar tumbuhan hutan yang terancam. | |
21 |
Kantung semar Nepenthes spp. | Famili Nepenthaceae, monotipik. Merupakan tumbuhan karnivor. Dari sekitar 121 spesies, keanekaragaman dan endemisitas tertinggi terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Delapan spesies telah dilindungi di Indonesia (PP No. 7 tahun 1999). Semua Nepenthes yang ada di Indonesia terdaftar dalam Appendix II CITES. | |
22 |
Tualang Koompasia grandiflora | Famili Leguminosae (Fabaceae). Sebaran alami meliputi Indonesia dan PNG. Di Indonesia umum tumbuh di hutan dataran rendah di Manokwari. Menurut IUCN dikategorikan sangat rentan (VU). Kayunya diperdagangkan, umum digunakan untuk konstruksi berat. Ancaman utama adalah pemanfatan kayu (penebangan). |
B. Arahan Kebijakan Khusus
Arahan kebijakan ukhusus untuk spesies tumbuhan prioritas tertera pada Tabel di bawah ini. Seperti halnya pada kelompok taksa lain, arahan ini mencakup topik penelitian, perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan masing-masing spesies prioritas.
Matriks arahan kebijakan khusus untuk kelompok tumbuhan.
1 |
Pelalar Dipterocapus littoralis |
Nusa kambangan |
Biologi: fenologi, budidaya/ perbanyakan, genetika, HHBK (di Nusa kambangan) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, Perda/SK/PP/UU, menaikkan status cagar alam menjadi cagar biosfer |
Pengembangan secara eks situ, reintroduksi in situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
2 |
Palem ekor ikan Hydriastele flabellata |
Sorong (Papua) |
Ekologi dan biologi: fenologi, budidaya/ perbanyakan, genetika, HHBK (di Sorong, Papua) |
Deliniasi kawasan menjadi kawasan perlindungan, dikuatkan oleh Perda/SK/PP/UU, Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi |
Pengembangan di lokasi eks situ |
Pemanfaatan untuk tanaman hias dicegah sebelum dibudidayakan |
3 |
Kalapia Kalappia celebica |
Sulawesi |
Ekologi dan biologi: distribusi, fenologi, budidaya/ perbanyakan, genetika, sifat fisik/kimia/mekanik kayu (di Sulawesi) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, Perda/SK/PP/UU. Pengawasan perdagangan diperketat |
Pengembangan secara eks situ, reintroduksi in situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset, boleh dimanfaatkan bila sudah ada dibudidaya . |
4 |
Anggrek ekor tikus Paraphalaenopsis spp. |
Kalimantan |
Distribusi, perbanyakan, eksplorasi di Kalimantan |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi. |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan untuk tanaman hias dari hasil budidaya |
5 |
Rafflesia, Patma Rafflesia spp. |
Setiap jenis spesific locality |
Taksonomi, ekologi, biologi: sebaran, perbanyakan, reproduksi penelitian kandungan kimia aktif, HHBK (di Kalimantan, Sumatra, Jawa), |
Evaluasi status ekosistem kawasan yang sudah ada dan yang belum menjadi kawasan perlindungan di bawah Perda/adat, Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi. Penegakan hukum dalam perlindungan areal ekosistem Rafflesia |
Diperlukan Pengembangan inang dan jenisnya secara eks situ |
Pembatasan pemanfaatan untuk tanaman obat dicarikan alternatif pengganti, dan dijadikan daya tarik ekowisata, pendidikan dan kembang ilmu pengetahuan. |
6 |
Resak banten Vatica bantamensis |
Ujung Kulon |
Distribusi, sebaran, eksplorasi di Ujung Kulon, ekologi, biologi: fenologi, budidaya/ silvikultur/ perbanyakan, sifat fisik/ mekanik/ kimia kayu |
Sosialisasi dengan penyadaran pembangunan sikap dan perilaku konservasi, Perda/SK/PP/UU, menaikkan status cagar alam menjadi cagar biosfer |
Pengembangan secara eks situ, reintroduksi in situ |
Pemanfaatan saat ini hanya untuk riset. |
7 |
Resak brebes Vatica javanica |
Brebes |
Distribusi, eksplorasi di Brebes, ekologi, biologi: fenologi, budidaya/ silvikultur/ perbanyakan, sifat fisik/ mekanik/ kimia kayu |
Deliniasi kawasan menjadi kawasan perlindungan, dikuatkan oleh Perda/SK/PP/UU, Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, |
Pengembangan secara eks-situ lain, reintroduksi in- situ |
Pemanfaatan saat ini hanya untuk riset. |
8 |
Nothofagus womersleyi |
Gn. Watjetomi (Vogelkop- Papua), PNG |
Ekologi, biologi: distribusi, fenologi, budidaya/ silvikultur/ perbanyakan, sifat fisik/mekanik/kimia kayu (di Papua – Vogelkop: G. Watjetomi ) |
Evaluasi ekosistem kawasan yang sudah ada menjadi kawasan perlindungan, sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi |
Pengembangan di lokasi eks-situ |
Pemanfaatan saat ini hanya untuk riset. |
9 |
Kayu hitam, eboni Diospyros celebica |
Sulawesi |
Genetika, fisiologi, pemanenan secara berkelanjutan, budidaya/ perbanyakan untuk tujuan komersial (perbanyakan skala besar) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum untuk illegal logging |
Penerapan pemanenan yang berkelanjutan, Pengembangan skala luas |
|
10 |
Kayu susu Alstonia beatricis |
Raja Empat (Papua) |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Kepulauan Raja Empat, Papua) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi kawasan lindung di bawah Perda |
Pengaturan pemanfaatan secara lokal |
Pemanfaatan untuk keperluan budaya setempat diambil dari hasil budidaya |
11 |
Bintangur Calophyllum insularum |
Papua |
Ekologi, biologi: distribusi, fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Papua) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan |
Pengembangan secara eks situ |
|
12 |
Guioa waigeoensis |
Waigeo (Papua) |
Ekologi, biologi: distribusi, fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Waigeo, Papua) |
Sosialisasi dengan penyadaran masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan |
Pengembangan secara eks situ |
|
13 |
Saninten Castanopsis argentea |
Jawa, Sumatra |
Ekologi, biologi: distribusi, fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Jawa dan Sumatra) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi. Penegakan hukum penebangan |
Pengembangan secara eks situ |
Karena sebagai keystone species perlu ditingkatkan budidayanya |
14 |
Angrek bulan raksasa Phalaenopsis gigantea |
Kalimantan Timur |
Fisiologi, fenologi |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi. Penegakan hukum pengambilan di alam yang berlebihan |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan untuk tanaman hias tidak diambil dari alam |
15 |
Kawoli Alloxylon brachycarpum |
Papua, PNG, Maluku |
Ekologi, biologi: distribusi, fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Papua) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi. Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
16 |
Bintangur Calophyllum papuanum |
Papua, PNG, Maluku |
Ekologi, biologi: sebaran, fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Kep. Aru, Papua) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
17 |
Bintangur Calophyllum euryphyllum |
Papua, PNG, Maluku |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Papua) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
18 |
Bintangur Calophylum carii |
Papua, PNG, Maluku |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Papua) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
19 |
Nyatoh Manilkara kanosiensis |
Tanimbar (Maluku) |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Tanimbar, Maluku) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
20 |
Mendarahan Myristica rumphii var. florentis |
Flores |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Flores) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal. |
21 |
Kantung semar Nepenthes spp. |
Beberapa endemic |
Beberapa jenis diperlukan penelitian: taksonomi, ekologi, biologi: distribusi, genetika, budidaya/ perbanyakan, pemuliaan. |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum pengambilan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan hanya boleh dari hasil budidaya |
22 |
Tualang Koompassia grandiflora |
Papua, PNG |
Ekologi, biologi: fenologi, genetika, budidaya/ perbanyakan (di Papua) |
Sosialisasi dengan Penyadaran Masyarakat, pembangunan sikap dan perilaku konservasi, menaikkan status kawasan menjadi Areal Sumber Daya Genetik (ASDG). Penegakan hukum penebangan liar |
Pengembangan secara eks situ |
Pemanfaatan saat ini hanya boleh untuk riset dan kebutuhan lokal, boleh dimanfaatkan bila sudah ada budidaya |
Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2008 Tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018
- Aneka Informasi tentang Anoa di dalam Permenhut No P. 54 Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus Quarlesi) Tahun 2013-2022
- Mengenal Anoa Dataran Rendah (Anoa depressicornis) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
- Mengenal Flora TNRAW : Pemanfaatan Agel (Corypha utan)
- Mengenal Ekologi Wallacea
- Spesies Baru Kelelawar dari TN Rawa Aopa Watumohai
- Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Tumbuhan di Indonesia
- Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Binatang Laut dan Air Tawar di Indonesia
- Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Serangga di Indonesia
- Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Reptil dan Amfibi di Indonesia
- Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Primata di Indonesia
- Analisis Risiko Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Dengan Pemanfaatan Pemodelan Spasial*
- Menggunakan Band 8 Pankromatik untuk Mempertajam Citra Landsat 8
- Tips Penelitian di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara
- SK Dirjen PHKA No SK 133 Tahun 2014 Penetapan Rayon PNBP Taman Nasional : TNRAW di Rayon III
- GRATIS PNBP : Pemanfaatan Kawasan Taman Nasional untuk Penelitian Pelajar dan Mahasiswa
- Lokasi Mancing Mania : Berburu Ikan Kerapu Monster di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
- Penyesuaian Tarif Masuk (PNBP) Pengunjung Di Kawasan Taman Nasional Tahun 2014
- Konversi Atribut Data Spasial Format shp dari ArcGIS ke MS Excel untuk Persiapan Regresi dengan SPSS
- Cara Memasukkan Titik Hotspot Kebakaran ke Dalam GPS untuk Ground Check
- Merasakan dari dekat Ekowisata Rawa Aopa (In Memorian 2010)
Yang ada di rawa aopa apa mas sugi?