Perbandingan Penafsiran Citra Visual dan Digital Untuk Analisis Penutupan Lahan di Kawasan Hutan

Pengertian Interpretasi Visual dan Digital.

Dalam klasifikasi penutupan lahan, dikenal ada dua cara interpretasi citra yaitu secara visual-manual dan digital (komputer)-otomatis. Penafsiran/interpretasi secara manual-visual, sebagaimana arti katanya, merupakan metode interpretasi yang didasarkan pada hasil penyimpulan visual terhadap ciri-ciri spesifik obyek pada citra yang dikenali dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, dan lokasi obyek. Metode ini disebut sebagai metode manual karena penafsirannya dilakukan oleh manusia sebagai interpreter. Proses interpretasi dapat saja menggunakan bantuan komputer untuk digitasi on screen, namun justifikasinya tetap dilakukan secara manual. Out put metode ini berupa data vektor. Metode manual-visual sangat diandalkan pada masa-masa awal perkembangan ilmu remote sensing dimana produknya masih berupa foto udara yang diambil dari balon udara atau pesawat terbang.

Penggunaan satelit sebagai wahana dalam remote sensing mengalami perkembangan searah kemajuan ilmu komputasi. Wahana satelit mampu mendesak penggunaan foto udara disebabkan kelebihannya dalam hal luas liputan, resolusi temporal (menghasilkan data time series), biaya perekaman per satuan luas dan analisis geospasial yang bersifat lintas geografis. Pemanfaatan komputer untuk menafsirkan citra satelit dianggap sangat membantu dalam mengidentifikasi obyek-obyek di permukaan bumi pada liputan yang sangat luas, contohnya citra landsat.

Dari sinilah berkembang metode penafsiran digital-otomatis, yaitu metode interpretasi obyek di permukaan bumi yang didasarkan pada hasil pengolahan sistem komputer dalam memanipulasi data-data citra. Komputer membaca data citra sampai pada tingkatan piksel dimana tiap piksel penyusun citra dikuantifikasi menjadi Digital Number (DN). Citra tergambarkan karena sensor satelit menerima gelombang elektromagnetik dari obyek. Intensitas gelombang yang tertangkap sensor inilah yang diwakili oleh nilai Digital Number (DN).

Tipe penutupan lahan berupa hutan tertutup tajuk atau lahan terbuka akan memantulkan gelombang elektromagnetik dengan intensitas yang berbeda satu dengan lainnya. Kondisi ini mengakibatkan nilai DN yang berbeda pula. Analisis citra digital dengan komputer pada prinsipnya melakukan operasi matematik terhadap nilai Digital Number pada beberapa komponen sensor (band) yang berbeda sehingga menghasilkan nilai tertentu yang menggambarkan karakteristik obyek. Dengan prinsip ini, kita lalu mengenal istilah indeks vegetasi seperti NDVI atau EVI. Out put pengolahan komputer tersebut berbentuk data raster yang diterjemahkan sebagai jenis-jenis obyek di permukaan bumi.

Memilih Interpretasi Visual atau Digital

Untuk dapat memilih manakah yang lebih baik digunakan antara penafsiran visual atau digital-otomatis untuk analisis penutupan lahan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu tujuan analisis dan dilakukan pula inventarisasi sumber daya yang dimiliki. Beberapa pertanyaan dapat diajukan sebagai bahan pertimbangan, diantaranya :

  1. Seberapa besar tingkat ketelitian/akurasi yang diinginkan ? Metode digital-otomatis seringkali bermasalah terkait isu ketelitian hasil interpretasi. Perlu kehati-hatian ketika memilih metode ini. Nilai akurasi hasil klasifikasi perlu diuji untuk mengetahui tingkat ketepatan hasil klasifikasi dibandingkan kondisi sebenarnya di lapangan.
  2. Seberapa besar waktu dan tenaga yang dimiliki ? Metode digital-otomatis memiliki kelebihan terkait efisiensi waktu dan tenaga untuk menganalisis citra digital dibandingkan metode manual-visual. Metode ini sangat bermanfaat untuk menafsirkan area yang luas (misalnya penutupan lahan seluruh wilayah Indonesia) dengan tenaga interpreter yang sangat terbatas.
  3. Seberapa bagus kualitas citra yang akan dianalisis ? Kualitas citra di sini dihubungkan dengan resolusi maupun gangguan-gangguan yang ada pada citra (persentase penutupan awan, bayangan, gangguan atmosfer, dll). Metode manual-visual unggul dalam menganalisis citra-citra dengan resolusi spasial yang tinggi atau intensitas gangguan yang lebih banyak.
  4. Seberapa baik interpreter mengenal kondisi lapangan ? Semakin baik interpreter mengetahui kondisi lapangan, maka penggunaan metode manual-visual juga akan semakin menguntungkan. Pengenalan lapangan tersebut bermanfaat untuk mengurangi terjadinya kesalahan penafsiran obyek oleh interpreter.
  5. Seberapa baik pengetahuan interpreter terhadap karakteristik spasial dan radiometrik (Digital Number) tiap band penghasil citra, serta keahlian interpreter menganalisis dengan sistem komputer. Pengetahuan dan keahlian interpreter sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya kesalahan dalam membaca dan menafsirkan out put analisis komputer. Ibarat pisau bermata dua, apabila seorang koki tidak ahli dalam menggunakannya maka justru pisau itu bisa mengiris tangannya.

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membantu interpreter untuk memilih kira-kira metode apa yang lebih cocok untuk interpretasi, meskipun terkadang interpreter dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit.

Peluang Pengembangan

Sebagaimana telah dijelaskan, metode digital-otomatis hadir untuk menjawab kebutuhan untuk mengefisienkan pengolahan citra digital pada area yang luas dengan jumlah interpreter yang sangat terbatas, serta membantu interpreter untuk mengkuantifikasi nilai DN yang membedakan tampilan 2 obyek yang mirip atau sulit dibedakan secara visual. Metode ini juga mampu menjawab perubahan penutupan lahan melalui operasi matematik nilai DN pada band-band penyusun citra. Namun demikian, metode ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yang cukup besar dibandingkan metode manual-visual. Kelemahan yang paling menonjol bersumber dari keterbatasan kemampuan komputer untuk membaca kunci-kunci interpretasi obyek. Perkembangan teknologi komputer untuk penafsiran citra saat ini umumnya baru sampai pada tahap pemanfaatan rona (brightness)  sebagai penciri obyek.

Pembacaan hanya mengandalkan rona (brightness) pada metode digital-otomatis menjadi titik lemah dibandingkan interpretasi manual-visual pada beberapa kondisi sebagai berikut :

  • Ada obyek-obyek yang secara spesifik dapat diwakili oleh rona (brightness). Namun terdapat pula obyek-obyek yang sama namun ronanya berbeda, dan sebaliknya ada obyek yang berbeda namun ronanya sama. Contohnya adalah sungai yang ditampilkan dengan rona yang berbeda-beda. Sungai besar tampak lebih cerah dibandingkan dengan sungai kecil.
Sungai ditampilkan dengan rona yang beragam (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

Sungai ditampilkan dengan rona yang beragam (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

  • Hanya menggunakan rona belum mengoptimalkan hasil interpretasi dibandingkan dengan metode visual yang menggunakan kunci-kunci interpretasi yang saling mendukung dan melengkapi meliputi: bentuk, ukuran, pola, rona, bayangan, tekstur, dan lokasi. Dengan kunci tersebut maka interpreter dapat mengidentifikasi dengan lebih jelas objek yang sebenarnya. Sebagai contoh adalah hasil penafsiran citra di bawah ini. Identifikasi obyek berdasarkan rona saja sulit membedakan obyek, namun berdasarkan pola dan lokasi dapat diketahui bahwa kedua obyek berbeda. Obyek dengan ciri berkelok-kelok ditafsirkan sebagai sungai sedangkan yang berupa garis agak lurus memanjang adalah jalan.
Bagian tertentu dari sungai dan jalan memiliki rona yang sulit dibedakan bahkan sama (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

Bagian tertentu dari sungai dan jalan memiliki rona yang  sama (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

  • Penggunaan interpretasi visual memungkinkan interpreter untuk mengidentifikasi obyek-obyek berbeda namun memiliki tampilan yang sama. Otak manusia memiliki kemampuan untuk menyimpulkan jenis obyek berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, sesuatu yang belum dimiliki oleh metode digital-otomatis. Penafsiran ini dapat membedakan savana dan mangrove muda dengan hasil yang lebih baik.
Metode visual dengan mudah membedakan bakau muda dan jarang terhadap savana (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

Metode visual dengan mudah membedakan bakau muda yang jarang terhadap savana (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)

  • Penggunaan interpretasi visual memungkinkan adanya obyek-obyek yang meragukan, sehingga untuk jenis obyek seperti ini perlu pengecekan lapang. Contohnya obyek-obyek yang berada di sekitar hutan, perlu pengecekan apa semak atau tegalan yang baru diolah (belum memiliki pematang).

Kelemahan-kelemahan tersebut menyebabkan penggunaan metode digital-otomatis secara murni jarang digunakan. Para interpreter biasanya memakai metode campuran untuk penafsiran citra dimana setelah melakukan analisis komputer maka dilakukan koreksi hasil menggunakan penafsiran visual.

Perkembangan produk remote sensing dengan kualitas citra yang cukup tinggi dewasa ini berpotensi meningkatkan kembali pemanfaatan metode manual-visual. Citra resolusi tinggi semacam ikonos dan quickbird menyajikan penampilan obyek dengan sangat jelas sehingga kesalahan tafsir secara visual dapat diminimalisir.

Lahirnya UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial memberi jalan untuk membangun kelembagaan perpetaan tematik yang lebih efisien di tanah air, baik di tingkat pusat maupun daerah. UU ini cukup akomodatif terhadap partisipasi pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam pembangunan peta-peta tematik yang dapat diakses publik. Sisi positip pembangunan kelembagaan ini adalah terfokuskannya upaya penafsiran citra digital oleh para pemangku kepentingan sesuai wilayah kewenangannya. Tumpang tindih kewenangan pembangunan peta tematik dapat dikurangi sehingga penuntasan peta tematik menjadi lebih cepat dan sinergis. Penafsiran dilakukan di tingkat lokal oleh para interpreter yang sangat memahami karakteristik biogeofisik di wilayahnya masing-masing. Ini sangat kondusif bagi perkembangan interpretasi citra dengan metode manual-visual.

Di sisi lain, penafsiran digital-otomatis juga masih diperlukan sebagai salah satu cara untuk mengkuantifikasikan karakteristik tampilan obyek. Metode ini cukup penting khususnya terkait interpretasinya terhadap gelombang inframerah yang membedakan obyek berdasarkan karakteristik suhunya. Beberapa penyempurnaan yang cukup mendukung perkembangan metode ini seperti upaya memperkaya jumlah band/kanal dan meningkatkan nilai bit tiap piksel citra. Penyempurnaan tersebut dapat meningkatkan kemampuan komputer untuk membedakan 2 obyek yang memiliki nilai DN yang berdekatan. Contoh terbarunya adalah peluncuran satelit LDCM (Landsat 8) pada bulan Februari 2013, dimana produknya menyempurnakan tampilan citra Landsat pada versi-versi sebelumnya.

Untuk analisis penutupan lahan di kawasan hutan, tantangan metode digital-otomatis ke depan adalah bagaimana metode tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan kunci-kunci identifikasi di luar nilai derajat kecerahan (rona) pada citra. Salah satu seminar Tesis bidang ilmu komputasi di IPB Bogor tahun 2012 pernah menyajikan teknik penilaian kualitas buah untuk mempermudah menyortiran dengan dukungan sistem komputer. Prinsip yang sama bisa jadi dimungkinkan untuk analisis citra satelit. Sayangnya, karakteristik citra satelit jauh lebih rumit dari pada hanya tampilan gambar buah. Bukan berarti ini tidak mungkin, perkembangan teknologi ke depan akan menjawabnya.

Di sisi yang lain, perkembangan remote sensing berbasis teknologi RADAR juga membuka peluang sekaligus tantangan besar dalam penafsiran metode digital-otomatis di masa mendatang. Gelombang RADAR mampu meminimalkan bahkan menyingkirkan gangguan-gangguan radiometrik oleh atmosfer bumi yang selama ini cukup menjadi kendala dalam penafsiran obyek melalui sistem komputer. Bagi peneliti/pakar, tentu ini sangat menarik. Banyak penelitian dilakukan untuk menguak lebih banyak peluang-peluang pemanfaatan teknologi ini untuk menunjang pengembangan ilmu remote sensing .

Sejauh manakah peran para rimbawan kita terhadap proses ini ?? Let’s see.

Artikel Terkait:
Baca Juga artikel lainnya:

1 thoughts on “Perbandingan Penafsiran Citra Visual dan Digital Untuk Analisis Penutupan Lahan di Kawasan Hutan

  1. Ping-balik: perbandingan-penafsiran-citra-visual-dan-digital-untuk-analisis-penutupan-lahan-di-kawasan-hutan | Syafraufgisqu.wordpress.com

Tinggalkan komentar